Wednesday, January 28, 2009

It's Really Hard to be A Doctor

Malam telah beranjak larut. Keheningan dipecahkan oleh kedatangan pasien darurat. Kasusnya? Aneurism kronis. Ouch tidak, aneurisme, sudah banyak pasien di seluruh dunia yang meninggal akibat penyakit yang sangat berbahaya ini.  

Aneurism adalah pembengkakan pembuluh darah, di mana arteri atau vena membengkak seperti balon dan makin lama makin berpotensi untuk pecah dan menyebabkan stroke.

"Operasi....!!!", seru saya tanpa ragu2. Maka ruang operasi pun dengan cepat disiapkan dan pasien pun segera dibawa ke sana. Pembedahan pun tak dapat dihindari. Dan astaga, pembengkakan arteri tidak terjadi hanya di 1 titik, tetapi lebih dari 5 titik, hampir 10 titik malah. Oke konsentrasi penuh, kamu bisa Sky…

Mata saya pedih bukan main ketika harus tak berkedip memandangi alat magnifier yang ada di depan saya. Ya titk arteri yang harus dibedah memang sangat kecil, perlu bantuan alat pembesar khusus untuk melakukan operasi ini.

Tenang, tarik nafas yang dalam… bedah pembuluh darahnya, sedot darah yang keluar, singkirkan aneurismnya, rapatkan kembali. Jangan lupa untuk selalu perhatikan vital sign pasien Sky, lengah sedikit nyawa taruhannya. Oke, lakukan hal yang sama banyak titik lainnya, huff…  Menit demi menit berlangsung bagaikan takkan pernah berakhir, sampai akhirnya…

Semua selesai. Aneurism berhasil diatasi, vital sign pasien? Normal, pasien dalam keadaan stabil. Syukurlah…

Saya menoleh ke tangan kanan saya… Stylus bergetar hebat dalam genggaman saya. Tangan saya gemetaran hebat sehabis menyelesaikan operasi tadi. Tapi tunggu dulu, apa itu?

Pena stylus? Kenapa bukan pisau bedah?

Ya tentu saja, karena kejadian di atas bukan kejadian yang sebenarnya. Kejadian itu hanya terjadi di dunia game, Nintendo DS tepatnya. Nama gamenya? Trauma Center: Under The Knife, di mana kita menjadi tokoh utamanya sebagai dokter bedah muda.

Dengan memainkan game ini, saya jadi bisa sedikit lebih memahami betapa sulitnya pekerjaan dan besarnya tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang dokter. Dibutuhkan ketenangan, ketelitian, konsentrasi tinggi, kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan dalam menghadapi seorang pasien, begitu banyak orang yang hidupnya bergantung kepada seorang dokter.

Lihat saya, betapa tidak berbakatnya saya dalam menjadi seorang dokter hahaha baru menggores dan mengetuk2 pena stylus ke layar sentuh saja, sudah membuat saya kewalahan, ujung2nya tangan malah menjadi gemetaran. Ah bandingkan dengan dokter sesungguhnya yang harus memegang pisau bedah dan peralatan canggih lainnya di hadapan seorang pasien hidup yang berbaring tak berdaya. Bayangkan, betapa keras tekanan psikologis yang harus dihadapi oleh seorang dokter setiap harinya.

Ah, memang tidak mudah untuk menjadi seorang dokter.

Saturday, January 24, 2009

Bagaimana Kabar Krisis Global?

‘As Good As It Gets’

Indonesia is managing the global recession better than most, thanks to its tough finance minister.

Oh yeah... terbukti bukan kalau Sri Mulyani itu mumpuni? Masih ada yang menyangsikan kemampuannya? Tentu saja ada, paling2 dari partai oposisi, untuk kepentingan politik yang menjijikkan...

Info selengkapnya, silahkan klik langsung ke sumbernya

Monday, January 5, 2009

Why I Do Love My Wife. [Year #1]

Cantik? Baik? Punya penghasilan sendiri... matre lu Sky 

Ya mungkin saja, tapi rasanya ada alasan yang lebih kuat daripada itu bagi saya untuk mencintai Dee...

Mungkin tidak hanya saya, tetapi semua suami punya alasan yang sama dengan saya untuk mencintai istri orang lain nya masing2...

Dan alasan itu adalah, karena saya nyaman berada di sampingnya. Saya merasa nyaman karena saya bisa menjadi diri saya sendiri bila berada di sampingnya. Tidak perlu bersusah payah untuk menjadi orang lain. Semua masih sama seperti ketika belasan tahun yang lalu saya nekat untuk menelponnya demi meminta contekan darinya... Masih, kami masih seperti dua orang sahabat walaupun kini kami telah resmi menjadi sepasang suami-istri.

Alasan kedua, ah... Mudah sekali rasanya membuat ia tersenyum dan tertawa. Oke, suami mana sih yang tidak suka bila berhasil membuat istrinya tertawa?

Alasan2 di atas terdengar sangat remeh temeh bukan? Tapi entah mengapa, hal2 kecil tersebut bisa menjadi alasan yang kuat bagi saya untuk tetap mencintai Dee, menjelang beberapa jam menuju ultah perkawinan kami yang pertama.

Love U, Dee...


...Sky

Friday, January 2, 2009

Maryamah Karpov

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Romance
Author:Andrea Hirata
Kisah Ikal berlanjut, ketika dalam buku sebelumnya ia tak sengaja menemukan sebuah desa yang bernama Edensor, kini ia harus menghadapi sidang untuk pengujian thesisnya. Maka saatnya bagi Ikal untuk melupakan manisnya negeri Perancs yang indah, Belitong telah menanti saat ia menyelesaikan studi masternya di Universitas Sorbonne.

Tiba di Belitong seakan membangkitkan semua kenangan indah yang pernah ia lalui bersama teman2nya dulu. Tapi yang paling membekas di hatinya selain ayahnya yang sangat ia hormati, adalah tentu saja, siapa lagi kalau bukan A Ling, gadis manis keturunan Tionghoa yang pernah menjadi cinta monyetnya saat bersekolah dahulu.

Maka setelah mendapat sedikit informasi yang kurang memadai, Ikal memutuskan untuk pergi berlayar mencari kekasihnya yang lama hilang tersebut. Masalahnya rute yang harus dilalui sangat berbahaya karena harus melalui jalur neraka yang menjadi sarang bajak laut. Karena itulah ia bertekad untuk membuat sebuah perahu sendiri agar dapat berlayar ke kepulauan Batuan. Awalnya misi ini bagaikan mimpi di tengah hari bolong, tetapi berkat bantuan tulus dari teman2nya yang dahulu tergabung dalam Laskar Pelangi dan Societat de Limpai, semuanya jadi terasa lebih ringan.

Membaca buku terakhir dari tetralogi Laskar Pelangi ini kita bagaikan disuruh membaca buku dengan banyak kisah. Cerita di dalamnya memang terasa tidak fokus, ah ya tentu saja, judul2 babnya saja disebut mozaik, kepingan yang tidak utuh. Sampai saat ini pun saya masih bertanya2 kenapa judul bukunya Maryamah Karpov, sungguh judul yang aneh hehehe tapi di situlah letak kekuatan novel yang ditulis putra Belitong ini. Beragam kisah dan pengalaman yang diceritakan tidak pernah membuat saya bosan untuk melahap lembar demi lembar bukunya.

Semuanya menarik dan sangat jenaka. Bolehlah buku ini disebut sebagi literatur kebudayaan 3 suku yang mediami pulau Belitong, karena di dalamnya banyak diceritakan tentang kisah2 dan kebiasaan dari warga di pulau tersebut. Yakni suku Melayu, keturunan Tionghoa dan suku Sawang yang sangat mahir melaut. Kisahnya diceritakan dengan sangat apik oleh Andrea. Ada yang menyentuh dan tidak sedikit yang membuat saya tergelak sampai sakit perut saking lucunya, yang jelas semuanya sangat menghibur, menarik dan jauh dari membosankan.

Kalaupun ada kekurangan, mungkin kritik pedasnya terhadap pemerintah yang menururt saya agak kurang elok dimasukkan dalam karya sastra yang indah ini. Well, it's just my opinion. Selain itu gaya bahasa Andrea yang hmm agak sedkit arogan kadang sedikit mengganggu ya, entah apakah itu hanya perasaan saya saja.

Jika Laskar Pelangi disebut sebagai yang paling menyentuh, mencerahkan dan menggugah semangat, Sang Pemimpi yang paling ringan dan jenaka, serta Edensor yang paling nyata dan realis. Bolehlah Maryamah Karpov disebu sebagai yang paling seru, karena dongeng tentang Ikal yang berpetualang mencari A Ling sempat membuat saya berdebar2 juga saat membacanya.

Jadi? Tentu saja buku ini menjadi bacaan yang wajib anda baca, boi...