Friday, October 10, 2008

Keping yang Tertinggal

Sedan Corolla putih gading menderu di jalan yang sepi di bawah jalan layang. Hening. Kuinjak pedal gas semakin dalam, kuingin sekedar memecah keheningan dengan meningkatkan sedikit adrenalin. Gluk gluk, terdengar suara halus itu kala aku dengan cepat memindahkan tongkat persneling. Kulihat papan speedometer…

 

40.. 50.. 60.. 70..

 

Air mata yang tadi merembes dalam pelupukmu, kini telah menetes berjatuhan.

 

75.. and oh yeah… 80..!!!!

 

Oops sepeda motor dari arah kiri ingin memotong, mungkin dia tak menyangka kalau di belakangnya ada sedan berkecepatan tinggi, Hmm malas menginjak rem, coba kita lihat bagaimana power steering beraksi. Secepar kilat, mobil ini menukik ke arah kanan, perut serasa dikocok rasanya.. Ha… kagetlah si pengendara motor itu.

 

Aku menoleh, kulihat kau di samping… Kini tak hanya air mata yang mengalir, tapi samar2 terdengar isak tangismu. Tubuhmu yang kurus berguncang, tak kuat menahan kesedihan yang mungkin telah menumpuk sedari tadi. Ah entah telah berapa kali hal ini terus berulang. Aku sadar, aku tidaklah sebaik dirinya yang dulu pernah mengisi relung hatimu.

 

Dan aku… aku yang menyadari keadaanku, merasa tak berdaya. Tanpa aku sadari, segala tindakanku malah berujung menyakiti hatimu. Oh God, I hate this situation. Kucengkeram erat setir, berharap dapat meredakan rasa amarah yang menggelegak di dalam dada. Entah sudah berapa helaan nafas panjang yang berhembus di dalam mobil ini. Apakah ini yang dinamakan cinta? Kenapa cinta harus saling menyakiti? Mungkin aku tak pernah mencintaimu, mungkin kau juga tak pernah mencintaiku. Entahlah.

 

Seakan setuju dengan perasaanmu, langit yang mendung pun menumpahkan bintik2 air hujan, makin lama makin deras. Setelah sempat hening, kelamnya perasaan kami pun menjadi lengkap dengan dinginnya suhu di dalam mobil. Kulihat kau kedinginan, ah sudahlah, tak peduli seberapa kuat kau menyembunyikannya, aku dapat melihatnya, sekilas tubuhmu terlihat menggigil. I know it’s freezing inside. Dengan sekali sentuh, aku ubah air conditioner menjadi modus hangat.

 

Hanya itu yang bisa kulakukan. Semoga udara yang hangat bisa sedikit menyejukkan hatimu. Hanya ini… yang bisa kulakukan untuk sekedar memahami perasaanmu. Semoga kau masih menyisakan sedikit perasaan cinta untukku, yah… sedikit saja.

 

Corolla putih terus melaju dalam kelamnya langit sore yang baru saja selesai menumpahkan derasnya hujan. Terus melaju membelah air yang menggenang sepanjang jalan. Meninggalkan satu lagi keping kenangan, menuju masa depan yang aku sendiri pun tak berani untuk membayangkan.

No comments:

Post a Comment