Sunday, November 30, 2008

Goodbye My FRIEND

Lama tidak mengikuti dunia komik, tahu2 manga 20th century boys yang biasa saya ikuti ternyata sudah tamat di Jepun... ck ck ck... Kemarin saat diskon 30% saya membeli jilid yang ke 20 dan 21, tapi sampai sekarang masih belum juga dibaca hiks...



[Gaptek Mode] : ON

Blog ini masih ada hubungannya dengan speedy hehehe maklum saya memang lagi norak2nya.

Ceritanya hari ini speedy saya bermasalah lagi, apalagi kalau bukan RTO, Request timed-out. Damn speedy, apalagi yang terjadi ini... Kemarin saat menginstal speedy, malamnya memang sempat
RTO. Internet ngambek tidak mau terkoneksi, indikator pada modem menunjukkan kalau ADSLnya bermasalah. Keesokan harinya, selama 2 hari koneksi berjalan lancar tanpa ada gangguan. Tetapi hari ini RTO kembali membuat ulah, padahal semua indikator di modem menunjukkan semuanya dalam keadaan normal dan berjalan sebagaimana mestinya.

Akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk menelpon 147 saja.

CS: Hmm... saya sudah mengecek, sepertanya tidak ada gangguan.
Sky: Tapi kenapa RTO terus ya seharian ini?
CS: Hmm... Apa kemarin bapak pernah mengg
anti password speedy?

Oh... Shit...!!!!

Sky: Iya kemarin saya memang mengganti passwordnya...
CS: Apakah pada saat mengganti itu didampingi teknisi dari speedy?
Sky: Tidak.
CS: Oh oh.. kalau mengganti password, mode
mnya harus disetting ulang.

Oh crap....!!!
Lalu setelah menanyakan merk modem...

CS: Tunggu sebentar ya. Ok... ketik ini di browser... bla bla bla
Sky: Ya (menulis di catatan)
CS: Sudah diketik pak?

Sky: Wah, ini pesawat telponnya dibawah mas, sedangkan komputernya di atas. Apa tidak bisa saya catat saja?
CS: Tidak bisa pak, ini agak rumit, coba saja bapak telpon lagi di atas dengan menggunakan ponsel.

Damn....!!!

Akhirnya saya coba setting sendiri saja. Dan ternyata, halah... tidak perlu setting dari awal lagi kok. Yang perlu saya lakukan hanya mengetik URL berupa angka2 untuk masuk ke settingan modem, menulis "admin" 2x ( tahu dari buku manual modem), klik next beberapa kali, dan mengetik password yang baru tentunya.

Voila, and we're back online hahaha fiuh...

Duh speedy, bilang2 dong kalau ganti password harus menyetting modemnya juga


Friday, November 28, 2008

Akhirnya Pakai Speedy

Akhirnya kami jatuh juga ke lembah nista hehehe setelah saya dan dee cukup lama menimbang2 dalam memilih ISP, akhirnya keputusan kami bulat juga, memutuskan untuk menggunakan spidol. Sempat berpikiran untuk memilih indosat karena penawaran yang cukup menggiurkan, tetapi modemnya itu yang mahal, 1.200.000 perak, WEDEW....!!!!

Ya speedy, dengan modem gratis dan ongkos pasang hanya 50ribu, sepertinya sih nothing 2 lose saja deh. Kalau ternyata jelek pun, berhenti di tengah jalan juga rasanya tidak rugi. Oia, Firstmedia tidak masuk hitungan kami karena provider yang ditakuti oleh telkom speedy ngetop banget itu memang belum memasang jaringan di tempat tinggal kami.

Ini hasil tes yang saya lakukan sepulangnya dari kantor, saat memasuki jam promosi yang tidak mengurangi kuota.



Ya lumayan juga sih, mudah2an besok2 juga lancar terus deh.

Thursday, November 27, 2008

His Dark Materials Trilogy

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Childrens Books
Author:Philip Pullman
Ya kemarin saya memborong 4 novel anak karya Philip Pullman, saya terkesan karena 3 dari 4 bukunya memang benar2 menarik dan sangat menghibur untuk dibaca. Dan resmi lah saya menjadi fans karya2 beliau. Untuk itu saya mohon maaf, saya memutuskan untuk me-repost review saya terdahulu tentang karya Pullman yang paling fenomenal ini, His Dark Materials Trilogy. Sebelumnya review2 pendek ini juga pernah diposting di situs Friendster milik saya yang telah lama terlupakan. Membaca review2 lama membuat saya tersenyum2 sendiri. Oke langsung saja:

Buku I : The Golden Compass

Cerita anak, fantasy, keren, seru, rada nyeleneh hehehe kontroversi... Awal membaca buku ini saya teringat Narnia, hanya saja dalam versi yang lebih seru, menarik dan bikin penasaran. Campur dengan original sin dan kitab kejadian, maka jadilah novel pertama His Dark Materials ini. Kita dibawa mengikuti petualangan gadis cilik yg ditakdirkan sebagai the choosen one. Awalnya biasa saja, tapi makin dibaca, semakin tangan kita tak bisa lepas dari buku ini.


Buku II : The Subtle Knife

Perjalanan menuju beragam dunia pararel pun dimulai. Lyra sang terpilih akhirnya bertemu dengan Will si pembawa pisau. Petualangan yg seru pun dilalui oleh mereka, berdua berusaha untuk mengungkap pertanyaan yang harus dijawab, yg menyangkut takdir Lyra dan siapa sebenernya ayah Will. Ceritanya makin menarik, seru dan yang jelas bikin penasaran untuk membaca sampai halaman terakhir.


Buku III : The Amber Spyglass

Pertempuran terakhir yang menentukan nasib spiritual umat manusia ceile hehehe... Di buku yang terakhir ini petualangan Lyra dan Will berlanjut, ke lebih banyak dunia pararel lagi. Tokoh Mary, sang ilmuwan mantan biarawati mendapat porsi yang banyak di sini, untuk menyibak partikel debu dan orignal sin. Semua pertanyaan yang ada di 2 buku sebelumnya akhirnya terjawab. Pertempuran yang dahsyat tidak menjadi ending di sini, ending yang sebenarnya terasa sangat menyentuh, humanis, filosofis dan sarat akan pesan moral tanpa kita harus merasa digurui. Go grab these books guys, these r definitely a MUST READ...!


Tambahan untuk Multiply:

Kekuatan di buku I adalah, tentu saja pertarungan duel sang beruang kutub, Iorek, yang digambarkan dengan sangat dahsyat oleh Pullman. Sedangkan buku II sangat memukau dengan pertempuran mendebarkan yang harus dihadapi oleh Lee Scoresby seorang diri di ngarai Alamo demi menyelamatkan Lyra, mengingatkan saya akan gaya shoot-out mencekam yang harus dihadapi oleh Leonardo Di Caprio pada film Blood Diamond. Buku III, ah sudahlah, tentu saja endingnya yang paling menggetarkan hati saya.

Cerita yang dijalin pada trilogi ini memang tidak semenarik dan seheboh apa yang ditawarkan oleh J.K. Rowling dalam serial Harry Potter. Bahkan awal ceritanya cenderung membosankan, tetapi semakin dalam saya tenggelam dalam ceritanya, semakin tangan saya sulit untuk lepas dari buku ini. Tema kontroversi yang ditawarkan memang berhasil membuat saya penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Petualangan yang dihadapi oleh Lyra dan Will juga cukup seru dan mendebarkan.

Bahkan buku III yang menurut sebagian orang membosankan, ternyata malah berhasil menarik perhatian saya. Memang actionnya tidak terlalu banyak, tapi terdamparnya Lyra di negeri mulefa untuk memahami lebih dalam tentang debu dan original sin menurut saya sangat mengasyikkan untuk dibaca.

Memang ada pertempuran terakhir, tapi menurut saya bukan itulah kekuatan utama trilogi ini. Justru ending yang mengisahkan pengorbanan yang harus dilakukan oleh Lyra dan Will lah yang menurut saya sangat sempurna. Janji yang mereka ucapkan benar2 menyentuh hati saya yang paling dalam. Tak pelak, ini adalah salah satu ending terbaik yang pernah saya baca, jauh mengungguli ending yang ditulis Rowling pada Harry Potter and the Deathly Hallows.

Wednesday, November 26, 2008

Rokok?

Di mana2 rokok dilarang, orang yang merokok dirazia...

Di sini? Rokok dibuang ke wastafel, ck ck ck...



Tanya ken...apa?

Tuesday, November 25, 2008

I Was a Rat

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Childrens Books
Author:Philip Pullman
Nah… kalo buku ini saya rasa aman deh buat dikonsumsi anak2. Buku yang diterbitkan tahun 2000an ini telah diadaptasi menjadi miniseri TV. Kalau tidak salah pernah tayang di Trans7, tapi saya sendiri luput untuk menyaksikannya.

Bob Jones dan Joan adalah sepasang suami istri yang sampai pada masa tuanya belum juga dikaruniai anak. Hingga pada suatu malam, ada seorang anak laki2 yang mengetuk pintu rumah mereka dan berkata, “Dulu aku tikus.” Mereka memutuskan untuk merawat anak yang tak memiliki nama tersebut dan memberinya nama Roger.

Walaupun secara fisik bocah tersebut tampak seperti selayaknya anak laki2 biasa, namun tingkah lakunya benar2 mencerminkan seekor tikus sejati. Sampai kemudian anak itu menghilang dan membuat kedua ortu angkatnya khawatir. Ke manakah Roger?

Berpetualang, mulai dari menjadi tontonan sirkus nomaden, direkrut menjadi maling profesional, sampai kemudian nyawanya terancam karena dianggap sebagai monster yang berbahaya bagi masyarakat.

Benarkah Roger dulunya adalah tikus? Atau apakah itu hanya bualannya belaka? Jawabannya tentu saja bisa anda dapatkan pada akhir cerita.

Unik. Ilustrasi pada buku ini tidak hanya ilustrasi biasa, tapi ada juga kliping berita dari koran setempat, The Daily Scourge. Isinya berhubungan dengan kejadian yang diceritakan di novel ini. Jenaka, sepertinya Philip Pullman memang sengaja mengolok2 pers, khususnya surat kabar dengan gaya ilustrasi ini. Lumayanlah untuk membuat pembacanya tersenyum.

Ceritanya juga cukup menarik dan menghibur, saya jadi penasaran, siapa sih sebenarnya Roger ini? Apa benar dulunya dia memang seekor tikus? Oalah… Ternyata endingnya… Ini semua adalah kisah dongeng yang sukses diparodikan oleh Pullman, dilihat dari sudut pandang tokoh pembantu (benar2 pembantu karena porsinya di dalam dongeng aslinya memang sangat kecil). Hahaha maaf2… saya tak tahan untuk spoiler.

In the end, kita tidak boleh menyesali segala keputusan yang telah kita ambil. Kalau kita mau belajar untuk mencintai dan menghargai apa yang telah kita dapatkan, niscaya semuanya akan lebih mudah untuk dijalani. Dan mudah2an ada kebahagiaan yang akan kita raih di akhir. Amin.

Monday, November 24, 2008

Clockwork

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Mystery & Thrillers
Author:Philip Pullman
Ouch buku anak2 yang satu ini menurut saya tidak cocok dibaca untuk anak2 karena ceritanya terlalu mencekam dan mengerikan. Mungkin karena itu juga buku ini hanya meraih silver medal dari smarties award, sedangkan buku yang saya review sebelumnya, the Firewok-Maker’s Daughter meraih gold medal. Padahal menurut hemat saya, Clockwork ini jauh lebih menarik.

Karl adalah seorang murid pembuat jam di kota Glockenheim. Syarat kelulusannya hanya satu, ia harus membuat patung mekanis untuk ditempatkan pada jam besar di pusat kota. Sampai saat terakhir, ia belum juga berhasil membuat patung tersebut.

Di saat akhir keputus-asaannya, tiba2 seorang tokoh dari dongeng yang ditulis oleh Fritz, teman Karl yang berbakat dalam menulis, hadir membawa jawaban. Dr. Kalmeneius yang sejatinya adalah tokoh dongeng yang diciptakan Fritz, tiba2 hadir di dunia nyata menawarkan sebuah patung mekanis untuk dipakai oleh Karl.

Edan… begitu komentar saya saat membaca buku ini. Dari awal pembaca sudah dibawa ke dalam suasana yang mencekam. Tensi ketegangan ini juga terjaga dari awal hingga menjelang kisahnya berakhir. Suspense yang ditawarkan oleh Pullman juga membuat saya menjadi penasaran untuk segera merampungkankan novel tipis 100 halaman ini.

Gaya penulisan novel ini, oh brilian, dengan gaya alur maju dan mundur. Seperti ada cerita di dalam cerita, awalnya alur maju yang menceritakan keputusasaan Karl dan dongeng tulisan Fritz, lalu kemudian alurnya mundur untuk menceritakan latar belakang yang belum diceritakan pada kisah dongeng Fritz. Setelah beberapa bab berlalu, kedua cerita itu pun akhirnya menyatu menjadi sebuah satu kesatuan cerita yang utuh. Dahsyat.

Seperti biasa, layaknya dongeng Pullman, tak lengkap rasanya bila novel ini tidak menawarkan suatu pesan moral yang tersirat. Walaupun makananya tidak sesarat The Firework-Maker’s Daughter, tetapi cerita tentang hasrat dan keserakahan manusia yang tak pernah puas dengan apa yang telah mereka dapatkan, cukuplah untuk menyentil pembacanya. Oia, gambar sketsa yang menjadi ilustrasi pada novel ini juga cukup artistik dan indah dilihat.

Tak ayal lagi, anda semua harus membacanya, apalagi harganya sangat murah karena jumlah halaman yang sedikit. Lalu? Menceburlah ke dalam buaian kengerian yang mencekam.

The Firework-Maker's Daughter

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Childrens Books
Author:Philip Pullman
Lila adalah seorang anak pembuat kembang api. Dia tinggal hanya bersama ayahnya karena ibunya telah tiada. Sejak masih kecil, Lila tampak berbakat dalam membuat kembang api. Ayahnya tentu saja senang karena putrinya itu mewarisi bakatnya.

Tapi setelah Lila hampir menguasai seluruh teknik pembuatan kembang api, sang ayah berubah pikiran. Menurutnya seorang anak gadis tidak sepantasnya menjadi pembuat kembang api, karena pekerjaan itu bisa membuat anak gadisnya menjadi dekil, kusam dan tidak tampak seperti anak gadis pada umumnya.

Lila kecewa, dan atas bantuan Chulak, temannya yang bekerja sebagai pengawal Gajah putih milik kerajaan, Lila pun bertekad untuk meraih impiannya menjadi pembuat kembang api sejati. Dimulailah perjalanan Lila ke kawah Gunung Merapi untuk menempuh ujian berat yang disyaratkan guna melengkapi keahliannya sebagai pembuat kembang api.

Berhasilkah Lila? Yang jelas akibat ulahnya, kini nyawa sang ayah terancam, hanya keahlian mereka berdua yang bisa menyelamatkan, sampai saat pembuktian diri itu tiba…

Cerita anak yang cukup menarik ini ditulis Pullman dengan gaya bahasa yang ringan dan jenaka, sangat cocok buat anak tapi juga tidak membosankan untuk dibaca oleh orang dewasa. Apalagi pesan moral tentang kerja keras dan persahabatan yang disampaikan cukup mengena bagi pembacanya.

Untuk meraih kesuksesan, kita memang harus bekerja keras. Dan rasa cinta akan apa yang kita kerjakan membuat segalanya menjadi lebih mudah dan berarti.

Friday, November 21, 2008

Spring-Heeled Jack

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Childrens Books
Author:Philip Pullman
Tiga bersaudara yatim piatu Lily, Rose dan Ned berusaha kabur dari sebuah panti asuhan di Inggris. Di tengah jalan mereka malah menjadi incaran penjahat terkenal di Inggris, Mack si pelempar pisau, yang menginginkan Liontin emas, satu2nya harta terakhir peninggalan orangtua mereka.

Rencana mereka untuk pergi ke Amerika pun terancam batal saat Ned kemudian diculik oleh Mack. Tapi beruntung masih ada orang2 yang berbaik hati untuk menolong ketiga saudara malang ini. Belum lagi ada sesosok misterius yang turut membantu mereka, Spring-Heeled Jack (Jack si Pelompat), untuk menghadapi Mack.

Belum lagi urusan dengan Mack selesai, muncul ancaman berikutnya dari pengurus Panti Asuhan yang serakah, Mr. Killjoy dan Ms. Gasket, yang juga turut mengincar Liontin Emas tersebut. Mampukah ketiga anak ini selamat dan pergi ke negeri impian, Amerika?

Novel anak ini cukup unik karena menggabung antara novel dengan komik. Masalahnya pada buku terjemahan Gramedia, sepertinya mereka agak kesulitan dalam penempatan lay-out komiknya. Hal ini jelas akan membingungkan para pembacanya, karena (pada beberapa kasus) alur ceritanya menjadi sedikit tidak nyambung antara cerita pada novel dengan komiknya.

Secara keseluruhan, karya Philip Pullman yang menceritakan tentang kepahlawanan sosok legenda dari Inggris ini tak ubahnya menjadi cerita untuk anak2 belaka. Kisahnya sangat simpel tentang si baik melawan si jahat. Klise. Flat tanpa twist, karena endingnya juga terlalu mudah ditebak dari awal cerita.

Oke, saat itu saya pikir, mungkin beginilah buku anak2 karya Pullman sebelum era His Dark Materials Trilogy.

Sampai akhirnya saya membaca buku Pullman berikutnya…..

Thursday, November 20, 2008

Laskar Pelangi

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Kids & Family
Directed by: Riri Riza

Ya ampun sky… kemana saja, kok hari gini baru nonton Laskar Pelangi?

Hahaha jadi malu nih, udah posting foto2 LP the Movie dari bulan Agustus 2008 tapi ternyata baru sempat nonton filmnya setelah hampir 2 bulan berselang setelah peluncuran filmnya di bioskop.

Hehehe ah biarlah terlambat, saya tetap senang bisa turut serta dalam usaha pemecahan rekor jumlah penonton film lokal terbanyak di Indonesia. Hmm, sudah berapa ya sekarang jumlah kursi yang terjual? Mungkin sekitar 4 juta, saya rasa angka 5 juta penonton tidaklah terlalu berlebihan untuk film sekelas Laskar Pelangi.

Kenyataan memang pahit, tapi itu semua tak menyurutkan langkah Ikal dan seluruh anggota laskar pelangi lainnya dalam memperoleh hak mereka dalam mendapat pendidikan. Mereka semua adalah anak2 miskin dari pulau Belitong, yang sedari lahir sepertinya sudah ditakdirkan untuk menjadi kuli timah bilamana mereka dewasa nanti.

Sekolah Muhammadiyah reyot yang juga berfungsi sebagai kandang kambing di kala malam pun tak sanggup menghapus impian mereka untuk tetap belajar dan berprestasi. Hal ini tentu saja tak lepas dari dukungan Pak Harfan dan Bu Muslimah yang mengajar dan mendidik dengan penuh keikhlasan dan dedikasi tinggi, menyayangi setiap murid yang hanya 10 orang itu bagai anak2 mereka sendiri.

Memang tidak dapat disangkal, kekuatan utama film ini berpangkal pada jalinan cerita novel karangan Andrea Hirata. Tapi naskah adaptasi yang dikerjakan oleh Salman Aristo juga patut diacungi jempol. Salman berhasil memindahkan spirit yang ada di dalam novel ke dalam naskah film. Memang banyak cerita yang tidak dimasukkan ke dalam filmnya, tapi itu semua tak membuat filmnya terasa lompat2 atau sekedar menjadi visualisasi belaka.

Riri Riza? Ah, kepiawaiannya dalam mengarahkan anak2 yang belum pernah bermain film sudah teruji saat ia berhasil menggarap Untuk Rena. Kali ini tentu saja tingkat kesulitannya bertambah tinggi karena yang diarahkan adalah anak2 asli Pulau Belitong yang mungkin mempunyai kebiasaan dan bahasa berbeda dengan anak2 yang tinggal di Pulau Jawa. Tetapi toh pada akhirnya Riri berhasil mengarahkan mereka semua dengan baik.

Jadi apalagi? Cerita yang menarik, adaptasi yang sempurna, akting matang dari para aktor dan aktris berpengalaman, sinematografi yang menawan dan arahan sutradara yang brilian membuat film ini menjadi begitu sempurna. Sepanjang film, Riri berhasil mengaduk2 emosi penonton, tak heran pada endingnya begitu banyak air mata penonton terkuras dibuatnya. Fantastis. Bolehlah film ini menjadi tonggak untuk kesekian kalinya dalam kebangkitan film Indonesia.

So? Fuck Kompas. Fuck their snobbish review. Sudah saatnya mereka berhenti membantai film2 berkualitas karya anak bangsa. Menurut saya cerita yang dimasukkan ke dalam film tidaklah terlalu berjejal seperti yang mereka bilang. Jalinan cerita film yang berdurasi sekitar 2 jam ini cukup padat, ringkas dan mengalir dengan mulus.

Tak mungkin hanya soal pendidikan yang dimasukkan di film ini, karena film layar lebar dibuat untuk menghibur, jadi sangat tepat bila Riri juga mesukkan unsur2 komedi untuk menyegarkan penontonnya. Tengok saja kisah jenaka cinta monyet Ikal dengan A Ling yang menarik untuk diikuti dan berhasil membuat penonton tergelak.

Hiburan tambahan yang ringan memang mutlak diperlukan, asalkan tidak sampai mengurangi pesan moral yang terkandung dalam novelnya. Semangat pantang menyerah. Saat salah seorang dari Laskar Pelangi gagal meneruskan sekolah, tak hanya kesedihan yang hadir, tapi juga bisa menjadi cambuk semangat bagi Ikal untuk tetap berusaha meneruskan pendidikannya ke jenjang yang paling tinggi.

Ya, seorang anak dari desa yang miskin bisa melakukan itu. Jadi, memang tidak ada alasan bagi kita untuk menyerah bukan?

Monday, November 17, 2008

PHD

Di dekat rumah kami, di areal ruko daerah bekasi, belum lama ini dibuka sebuah gerai Pizza, namanya PHD. Gerai ini tidak menerima dine in, hanya delivery dan take away saja. Entah apa kepanjangan PHD ini, apakah Pizza Hut Delivery atau Pizza Hot Delivery. Yang jelas PHD ini memang masih satu atap dengan restoran Pizza nomer satu di Indonesia, Pizza Hut.

Tapi nama menu dan toppingnya memang agak berbeda dengan Pizza Hut. Begitupun dengan harganya, jauh lebih murah dari Pizza Hut. Tapi uniknya PHD juga menawarkan ukuran yang berbeda pula, tidak ada personal pan (4 potong) maupun medium size (6 potong). Yang ada hanyalah regular size (8 potong) = large size milik Pizza Hut. Dan satu lagi yaitu ukuran jumbo yang berisi 10 potong pizza dengan diameter 14 inchi. Wow….

 

Yang saya suka dari PHD ini adalah ketebalan rotinya yang lebih tipis daripada Pizza Hut. Entah kenapa, saya malah tidak suka dengan adonan roti Pizza Hut yang tebal itu, cuma bikin kenyang tidak karuan. Nah dengan hadirnya PHD yang memiliki adonan roti yang tipis, sekarang ada alternatif lain untuk Izzy Pizza yang harganya teramat mahal itu (walaupun rasanya juga teramat enak sih hehehe).

 

Kelebihan lain PHD, selain harganya yang cukup ekonomis, rasanya yang lumayan, dan adonan roti yang tipis adalah… Pelayanannya yang cepat. Mereka bahkan menjanjikan pizza gratis untuk pesanan yang terlambat datang atau tidak sesuai dengan waktu yang mereka janjikan. Selama ini memang mereka belum pernah melakukan wan prestasi hehehe sampai akhirnya kemarin, Pizza yang saya pesan jam 10, ternyata baru tiba di rumah jam 11… O o…

 

Lalu datanglah pegantar pizza itu, dengan membawa serta kupon ini..

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

















Wow, benar2 pelayanan yang memuaskan… Sering2 saja terlambat, PHD… hahaha lumayan saya dapat pizza gratis… Yeah

Tuesday, November 11, 2008

Cerita si Kerupuk Palembang

“Mbak, ini ada sekedar oleh2 dari kami, seperti biasa mbak, kerupuk palembang…”

 

Mirna tersenyum, lalu sesaat dia tertegun menatap sendu bungkusan plastik itu, isinya padat dengan kerupuk asli Palembang yang terkenal lezat untuk menjadi teman makan ataupun sekedar cemilan. Tanpa terasa pikiran menerawang, tidak terlalu jauh ke belakang, terasa hangat… Ah matanya pun mulai berkaca2, makin terlihat jelas dari balik kacamata minus yang dkenakannya.

 

“Loh, kenapa mbak?”

 

“Oh maaf… maaf… terima kasih banyak atas pemberian kerupuk Palembangnya… Hanya saja, paman saya yang sangat suka dengan makanan ini, baru saja meninggal kemarin… Saya jadi teringat beliau”

 

“Ya ampun mbak, kami semua turut berduka cita yaaa…”

 

Suasana kantor yang tadinya penuh keceriaan menjadi sedikit berubah menjadi suasana duka saat rekan2 Mirna satu persatu menghaturkan ucapan turut berbela sungkawa.

 

Saat akhirnya kerupuk itu tiba di rumah, si anak bungsu pun ternyata tak kuasa untuk menitikkan air mata saat melihat penganan pemberian sepupunya itu telah ditaruh dalam wadah plastik kedap udara. Selama ini dia memang jarang mencicipi, karena tahu kalau kerupuk itu adalah makanan kesukaan ayahnya.

 

“Biarlah kali ini giliran aku yang mencicipi…” pikirnya.

 

Ah, lezat sekali, terasa benar ikannya. Gigitan demi gigitan tak hanya menimbulkan suara kriuk yang renyah, tapi juga membangkitkan serpihan kenangan yang dahulu pernah hadir dalam setiap bungkus kerupuk yang pernah dikirim ke rumah ini. Menghadirkan sebuah cerita, yang takkan dilupakan bagi mereka yang pernah berkumpul bersama.

 

Sebuah cerita tentang si kerupuk Palembang

 

*terimakasih banyak untuk seorang sepupu, cerita yang terlalu simpel ini saya dedikasikan untukmu. You are not just a mere cousin to me, you are the best friend I have ever had.

 

PS: Saya hanya mendengar garis besarnya saja, mohon maaf kalau saya mendramatisir terlalu banyak

Monday, November 10, 2008

Grindhouse: Planet Terror

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Horror
Directed By: Robert Rodriguez

Huaa… sebenarnya saya agak malas juga mereview film Planet Terror, tetapi karena kemarin sudah janji di review sebelumnya, ya terpaksalah saya membuat review film ini hehehe uffff… Filmnya benar2 mengerikan, kejam, dan berdarah2 dari awal sampai akhir. Death Proof yang saya sampai miris menyaksikannya, rasanya tidak ada apa2nya kalau dibandingkan dengan kebrutalan yang disajikan di film ini. Benar2 tingkat kekerasan yang aduhai tingginya (harap maklum, saya belum pernah, dan sepetinya takkan mau, menyaksikan SAW, Hostel, dll).

Kisahnya standar saja, bercerita tentang senjata biologis, yang dalam suatu inisden, bocor dan menyebar ke seluruh kota. Manusia berubah menjadi zombie yang haus akan darah dan daging sesamanya. Sekumpulan warga berusaha untuk menyelamatkan diri dan keluarganya. Diantaranya adalah Cherry Darling (Rose McGowan) dan kekasihnya yang misterius El Wray (Freddie Rodriguez). Bersama dengan survivor lainnya, mereka bahu membahu untuk menyelamatkan diri dan mengungsi ke daratan Mexico.

Secara keseluruhan, memang hampir tidak ada hal baru yang ditawarkan oleh film ini. Film tentang senjata biologis yang bocor dan menginfeksi populasi manusia sudah sangat sering ditampilkan di film2 sebelumnya seperti berjilid2 seri Resident Evil. Dan jika ternyata ada segelintir manusia yang imun terhadap virus tersebut, hal ini juga pernah dihadirkan dalam film I am Legend.

Memang secara kualitas, film ini masih belum dapat disejajarkan dengan proyek Grindhouse besutan koleganya, Death Proof. Tapi meskipun demikian, film ini masih bisa sedikit menghiburlah. Terutama dengan tokoh Cherry yang unik dengan sebelah kaki palsu yang berupa gabungan antara machine gun dan grenade launcher, that IS a style.

Begitu banyaknya unsur komedi yang diselipkan juga bisa melupakan sedikit kengerian akibat terlalu banyaknya darah yang berceceran di film ini. Bayangkan, di saat genting tokoh utamanya masih sempat melakukan adegan sex yang menjadi adegan wajib setiap film horor murahan hahaha…

Bagaimana aksinya? Full dari awal ampai akhir, dan sebagian besar benar2 terlihat murahan hehehe termasuk adegan fenomenal yang menghadirkan Cherry menghindari rocket launcher dengan cara…. Kayang… pasti waktu sekolah dia dapat nilai bagus untuk praktek senam hihihi.

Bagi anda yang belum nonton, jangan ragu2 untuk menyaksikan, filmnya sangat seru, asalkan anda tahan dengan tingginya tingkat kekerasan yang dihadirkan di sini.

Friday, November 7, 2008

Grindhouse: Death Proof

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Other
Directed By: Quentin Tarantino

Akhirnya setelah sekian lama, berhasil juga saya menyaksikan film yang disutradai oleh Quentin Tarantino ini. Setelah gagal mendapatkan keping dvdnya, saya akhirnya memutuskan untuk mengopi file .avi milik kakak saja lah hehehe dasar mental pembajak

Film tahun 2007 yang tergabung dalam proyek Grindhouse antara Tarantino dan Robert Rodriguez ini menceritakan tentang sekumpulan wanita cantik yang bersama2 melakukan perjalanan dengan menggunakan mobil. Tanpa sadar mereka dikuntit oleh seorang stuntman psikopat haus adrenalin (Kurt Russel) yang juga berkendara mobil stunt miliknya.

Setelah berpesta di bar mulailah stuntman Mike menjalankan aksinya. Setelah mendapatkan 1 korban, Mike pun berencana menghabisi semua wanita yang melanjutkan perjalanan. Caranya simpel, hanya dengan menabrakkan mobil stuntnya dengan mobil yang dikendarai para wanita tersebut.

Singkat cerita Mike hanya mengalami cedera ringan dalam menjalankan aksinya, dan setting film pun bergeser 14 bulan kemudian saat Mike sudah sehat wal afiat dan siap menjalankan aksi berikutnya dengan mengincar sekawanan wanita (yang lagi2) cantik untuk memuaskan nafsu setannya.

Awalnya film ini menwarkan percakapan yang sangat membosankan di antara pemeran wanitanya yang asyik bergosip tentang kehidupan, cowok, sex, dll. Bagai jet coaster, Tarantino membawa penontonnya ke dalam suasana thriller yang mencekam… dan akhirnya? Ditutup dengan suatu ending murahan ala Power Puff Girls dan Charlie’s Angels hahaha…

Ya begitulah style Tarantino, film yang dibuat dengan gaya retro (filmnya, bukan kameranya, agak goyang dan penuh scratch di mana2) ini sepertinya asal2an dan seenak udelnya saja dibesut olehnya. Tapi kalau diperhatikan lebih mendalam, film yang sarat dengan kekerasan ini memang penuh dengan nilai2 artistik. Lihat saja adegan favorit saya, the ultimate frontal car crashing… Saya sampai tidak habis pikir, kok bisa sih Tarantino memikirkan untuk membuat adegan sedahsyat ini? Dengan teknik editing yang brilian… This is totally fucking insane…!!!! Awesome! Sadis, tapi kreatif. Miris dilihat, tapi orisinil dibuat.

Yah begitulah kualitas sang maestro Tarantino, film yang seharusnya bisa masuk ke dalam kategori B-Movie, dikemas dengan sangat berkelas dan sarat dengan nilai2 artistik pada gaya retro dan sinematografinya yang sangat memikat. Lap Dance yang diperagakan juga sangat indah dan menggairahkan (he?). Selain itu adegan car chasing di sesi kedua juga cukup menarik untuk disimak. Adegan baku hantam di ending yang saya bilang murahan di awal, sebenarnya juga digarap dengan serius oleh Tarantino yang memang sangat piawai dalam membuat adegan jenis ini.

Bagi anda yang belum sempat menyaksikan filmnya, anda mendapatkan rekomendasi penuh dari saya. Tapi perlu diingat, film ini penuih dengan kekerasan tingkat tinggi, walaupun tidak sampai sesadis proyek Grindhouse Rodriguez yang berjudul Planet Terror, tapi tetap saja, membuat saya miris juga melihatnya hehe…

Owkey Planet Terror, you are NEXT…!!!

Wednesday, November 5, 2008

SMS Malam Pertama

Tadi pagi di mikrolet saya tersenyum2 sendiri… Apa pasal? Saya iseng cek e-mail di Hape. Lalu membaca guyonan yang dikirim Mahesa ini…

 

Alkisah ada 3 orang saudara, sebut saja mereka Vira, Voni, dan Veni yang dinikahkan secara masal oleh orangtuanya. Setelah itu mereka pergi berbulan madu bersamaan. Kalau Vira pergi ke Pulau Batam, Voni pergi Ke Kepulauan Seribu dan Veni si bungsu pergi ke Bali . Namanya orang Tua sayang sama anak, selama mereka berbulan madu kedua Orang Tua mereka minta dikirim kabar tentang segala yang terjadi selama mereka berbulan madu.

 

Tapi agar berita yang dikirim singkat dan tidak terlalu Vulgar, mereka menggunakan Kode/Sandi tentang moto-moto (tagline –sky) Iklan. Supaya praktis dan murah, berita dikirim lewat SMS. 3 hari setelah kepergian anak mereka berbulan madu, diterimalah sebuah SMS... yang rupanya dari VIRA di Pulau Batam. Isi beritanya cukup sederhana, “STANDARD CHARTERED”.

 

Setelah membaca berita tersebut mereka mencari Iklan Standard Chartered di koran dan terbacalah tulisan besar berbunyi, “BESAR, KUAT dan BERSAHABAT!” Tersenyumlah kedua orang tua mereka membaca berita dari Vira. Hari ke 4 datang SMS kedua, yang rupanya berasal dari Voni di Kepulauan Seribu. Isi beritanya juga cukup singkat yaitu, “NESCAFE”.

 

Setelah membaca surat tersebut, dengan tergesa-gesa kedua orang tua mereka mencari koran dan membaca Iklan NESCAFE yang berbunyi, “NIKMATNYA SAMPAI TETES TERAKHIR”. Maka kedua orang tua mereka pun tersenyum bahagia sambil sedikit haha.. hihi..

 

Hari ke 5 ditunggu tidak ada berita/SMS yang datang. Hari ke 6 begitu pula tidak ada sebuah SMS pun. Hari ke 7 begitu pula tidak ada kabar dari anak bungsu mereka si Veni yang berbulan Madu... Memasuki hari ke 8... akhirnya kedua orangtua mereka menerima SMS juga dari Veni yang berbulan madu di Bali dan isi beritanya cukup singkat, “CATHAY PASIFIC”.

 

Segera kedua orang tua mereka mencari Iklan penerbangan Cathay Pasific yang ada dikoran, dan dijumpailah iklan penerbangan dengan tulisan besar: “7 KALI SEMINGGU, 3 KALI SEHARI, 5 JAM NON-STOP”.

Monalisa

Alkisah Paman saya beserta seluruh keluarganya berkesempatan untuk liburan ke Eropa. Salah satu negara yang dikunjungi tentu saja Perancis. Lalu berkunjunglah mereka ke museum Louvre yang fenomenal itu. Saat itu ruangan yang paling ramai dikunjungi adalah, tentu saja ruangan tempat di mana lukisan Monalisa dipajang…

 

Salle des États

 

Tergantung dengan sangat elegan di sana, di dalam sebuah kaca anti peluru dengan suhu dan kelembaban udara yang diatur dan terkontrol setiap saat.

Mengantrilah paman saya beserta istri dan anak2nya… Setelah sekiaaaaan lama mengantri, akhirnya sampailaih mereka, berdiri, di hadapan maha karya sang maestro Leonardo da Vinci itu…

.

.

.

Hening sejenak

.

.

.

Tak lama anak tengah mereka yang masih duduk di bangku 3 SMP pun berkomentar…

 

“Yah papa, cuma ngeliat lukisan ini aja kok pake capek2 ngantri segala sih? Di rumah uwak Pondok Kelapa kan juga ada…?!”

 

LOLZ….!!!!

Monday, November 3, 2008

A Tribute to My Father

Tepat 2 minggu lalu saya kehilangan seseorang yang saya cintai. Bapak. Beliau memang sudah terdeteksi suatu penyakit pada akhir tahun 2007 kemarin. Saya sendiri agak kaget ketika bapak masih bisa berdiri menyambut para tamu saat pernikahan kami di awal tahun 2008. Memang secara medis bapak harus menjalani operasi kala itu, tapi seperti yang saya duga, bapak menolak.

 

Mungkin bapak masih bersama kami kalau beliau memutuskan untuk menjalani operasi. Ah, tapi sudahlah, garis takdir bapak memang sudah seperti ini adanya. Toh kemungkinan itu bagai 2 sisi mata uang. Kalau misalnya operasi tersebut gagal, bapak bahkan mungkin tidak bisa menghadiri pernikahan saya dengan dee.


Kenangan saya bersama bapak memang cukup dalam, sebenarnya saya terlalu sedih untuk dapat menulis tentang bapak. Itulah mengapa saya terus menunda untuk mengetik tulisan ini. Tapi saya bertekad untuk menyelesaikan tulisan ini, betapapun sulitnya menahan emosi saya dalam setiap kata yang terlontar dari pikiran saya. Ya, saya harus menyelesaikannya. Paling tidak, hanya inilah yang bisa saya lakukan untuk bapak di Multiply.


Hubungan saya dengan bapak memang cukup dekat layaknya seorang teman. Sampai saat ini saya masih bisa mengingat kala Bapak mengajarkan saya sholat untuk kemudian menjadi makmun ketika adzan magrib tiba. Saya masih ingat betapa lucunya saya saat bapak mengajarkan saya bermain catur. Ya lucu, karena sampai saat ini saya tidak juga mahir dalam strategi catur haha yah minimal saya jadi tahu bagaimana langkah tiap biji catur.


Saya juga masih ingat ketika dulu selalu mengajak kami sekeluarga ke blok m untuk sekedar menghabiskan akhir pekan. Ya saya yang manja, selalu minta digendong bapak kala kaki kecilku terlalu lelah untuk melangkah. Ah ya, maklum bapak kalau memarkir mobil itu agak jauh dari tujuan haha bapak malas berdesak2an dengan manusia dan mobil2 lain saat memarkir kendaraan.

 

Tempat favorit saya dan bapak, apalagi kalau bukan toko buku Gramedia. Ketika saya dan kakak masih kecil, orang tua kami memang sangat jarang membelikan kami mainan. Setahun paling hanya 2x, yaitu saat kami ultah dan saat natal tiba (hadiah mainan bukan dari bapak, tapi dari sinterklas karena kami mau berbaik hati memberi makan rerumputan di dalam sepatu kami untuk rusa2 yang lelah dan kelaparan menempuh perjalan panjang dari kutub).

 

Tetapi kalau untuk membelikan buku, bapak sangat royal. Tiap ke toko buku saya pasti membeli buku. Waktu itu buku yang sering saya beli adalah novel anak Noddy maupun buku2 dongeng lainnya. Ketika saya beranjak SD, saya sangat suka membeli buku komik Smurf, Johan dan Pirlouit, Asterix, dll. Kadang bapak suka kesal melihat kelakuan saya. Belum juga tiba di rumah, buku komik yang saya beli sudah habis dibaca di dalam mobil hahaha “Bayar mahal2 kok belum sampai rumah sudah habis dibaca sih?” , begitu bapak selalu protes.

 

Selain buku, bapak juga sering mengajak saya nonton bioskop. Bukan bioskop 21 tentunya, tetapi bioskop kampung tak ber-AC di dekat rumah nenek. Filmnya? Pembalasan Nyi Blorong hihihi or some sort lah… Frekwensi menonton bioskop bertambah tinggi saat di bekasi dibuka bioskop baru (bukan 21, tapi lumayan sudah ada ACnya). Masih ingat saat saya, bapak dan sepupu ditolak masuk ruang bioskop saat ingin menonton Pembalasan Ratu Selatan hahaha alasannya? Saya dan sepupu masih belum cukup umur untuk menyaksikan film yang masuk kategori 17 tahun ke atas tersebut.

 

Barulah setelah saya menginjak bangku SMP (atau SMA ya?), bapak kerap kali mengajak saya nonton di 21. Yah namanya juga bukan anak gaul, bukannya jalan2 sama teman atau pacar, saya malah menghabiskan malam minggu dengan bapak dan mama nonton film di 21 Blok M Plaza. Kalau mama sedang malas, ya paling2 saya berdua saja dengan bapak nonton film. Mulai dari pertunjukan biasa, midnight show, bahkan sampai pertunjukan old & new pernah kami jabani. Ya, pernah saya dan bapak nonton pertunjukan old & new di 21 dekat rumah. Film pertama saya masih ingat judulnya Fair Game (Cindy Crawford). Tapi film kedua saya lupa judulnya, maklum saya keburu terlelap di dalam bioskop.

 

Mall favorit saya dan bapak saat saya menginjak bangku SMA tak lain dan tak bukan adalah PIM hahaha ya Pondok Indah Mall. Memang sangat jauh dari tempat tinggal kami. Ah andai saja dahulu jalan tol JORR sudah rampung dibangun, perjalanan dari rumah menuju PIM mungkin hanya memakan waktu 30 menit saja. Kami sering menghabiskan hampir setiap hari sabtu atau minggu dengan jalan2 ke sana. Dengan dibekali uang 50ribu dari bapak, biasanya saya membelanjakannya untuk membeli komik maupun kaset.

 

Bapak jualah yang pertama kali mengakrabkan saya dengan komputer bersistem operasi windows. Ceritanya sepulang dari kantor bapak memberi kejutan dengan membawa pulang sebuah laptop bekas. Uh, merknya abal2, Chicony. Prosesornya? Ajaib juga, citrix namanya. Awalnya saya agak marah dengan keputusan yang diambil bapak, bukan karena merk laptop, tapi masalahnya kami sekeluarga gaptek soal komputer. Apakah nanti bisa mengoperasikannya?

 

Terakhir ada komputer di rumah kami adalah sebuah desktop tua, PC-XT dengan layar CGA, tak berharddisk, dengan sistem operasi DOS yang ada di floppy disk ukuran raksasa. Tetapi setelah saya mengeksplor laptop itu, waw ternyata asyik juga. Apalagi ada microsoft word yang lebih user friendly dibandingkan Wordstar dan mesin ketik portable bermerk canon yang menjadi andalan kami sebelumnya dalam ketik mengetik. Alhasil di kemudian hari saya dipermudah dalam mengerjakan tugas akhir di SMA yang berupa karya tulis. Terima kasih untuk bapak yang mengenalkan saya dengan windows.

 

Bapak adalah seorang ayah yang sangat demokratis terhadap kedua anaknya, belum pernah sekalipun beliau memaksakan kehendak. Saya sangat yakin tentang hal ini, karena saya memang pernah mengecewakan beliau dengan pilihan pendidikan tinggi yang saya ambil. Tapi toh akhirnya bapak menyerahkan sepenuhnya segala keputusan di tangan saya. Saya sangat berterima kasih untuk hal ini, dan saya selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk menunjukkan rasa terima kasih saya, dan alhamdulilah saya akhirnya berhasil menyelesaikan S1 saya tepat waktu dengan nilai yang cukup memuaskan.

 

Mungkin itu sudah… Pengalaman saya bersama bapak yang bisa saya tumpahkan dalam blog ini. Mungkin bukan pengalaman terindah yang biasa dilalui oleh anak dan ayahnya, tapi minimal ini adalah kenangan terindah dalam hidup saya selama 29 tahun hidup bersama beliau. Walaupun kini beliau telah tiada, segala kenangan hidup saya bersama beliau tetap rapi tersimpan dan terus hidup dalam kenangan saya. Dan bila telah tiba nanti giliran saya, kenangan secuil ini semoga bisa tetap hidup dalam halaman ini, blog yang cukup panjang ini, selama server Multiply masih menyala dan terus aktif.

 

Alhamdulilah saya bisa sampai di sisimu saat siang menjelang. Sekedar untuk membacakan bait2 surat Yasin yang (semoga) bisa menerangi langkahmu dalam memasuki dunia berikutnya. Sore yang kelabu itupun tiba, saat saya tengah khusyuk membaca Yasin, lalu tiba2 tanpa saya sadari suster tengah sibuk mengecek denyut nadi bapak. Saya tidak sadar kalau nafas bapak sudah mulai jarang. Seketika saya pun menghentakkan buku Yasin itu ke tempat tidur bapak. Saya menelungkupkan muka, tak kuasa untuk menahan tangis.

 

Saya tahu, saya tidak boleh menangis, karena ini mungkin adalah yang terbaik untuk bapak, dan saya harus meringankan jalannya. Ya saya tahu tentang hal ini, tapi akhirnya saya mengalami juga hal ini, saat emosi tak dapat lagi saya tahan. Maka meledaklah tangisan. Toh saya hanya manusia biasa, saya hanya bisa berdoa, semua tangisan saya tidak sampai memberatkan langkahmu.


Lalu kau pergi dengan tenang, disaksikan oleh semua anggota keluarga, disaksikan oleh orang2 yang sangat mencintaimu, disaksikan oleh orang2 yang pernah mengisi setiap lembar kehidupanmu. Dulu kau yang merawat kami, sekarang giliran kami telah tiba untuk memandikan dan mensholatkanmu, untuk yang terakhir kalinya. Giliran kami untuk mengantarkanmu sampai ke liang lahat, pembaringanmu yang terakhir.

 

Selamat jalan Pak, maaf saya belum bisa memberikan yang terbaik untukmu. Maafkan saya, anakmu yang sampai saat ini mungkin belum bisa membahagiakanmu. Maafkan segala dosa2 yang telah saya berbuat selama ini kala diskusi denganmu kerap berubah menjadi sebuah perdebatan yang sengit. Semoga Tuhan juga senantiasa memaafkan segala dosamu.

 

Bapak, engkau kini tenang di sana, semoga rasa sakit yang selama ini kau derita dapat membantu menghapus segala dosa dan kesalahan yang telah kau perbuat semasa hidup. Semoga Tuhan menerima segala amal dan ibadahmu. Semoga engkau mendapat tempat yang layak di sisi-Nya.

 

Amin ya Allah, Amin…