Thursday, December 13, 2007

Quickie Express

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Comedy
Directed by Dimas Djayadiningrat


Lagi, film komedi lokal menyambangi bioskop tanah air. Kali ini datang dari produser Nia Dinata yang berkolaborasi dengan Dimas Djayadiningrat sebagai sutradaranya. Film yang digarap ala Casino dan Carlito’s Way (harap diingat ini film komedi hehehe, jadi saya juga boleh dong berkomedi) ini memang murni film komedi, kalaupun ada sedikit drama percintaan, tetap saja 90% isinya adalah komedi walaupun kontennya memang dewasa dan tidak cocok untuk anak2.

Ceritanya tentang Jojo (Tora Sudiro), seorang lelaki usia 27 tahun yang berkeluh kesah dengan hidupnya, karena sekeras apapun dia berusaha, tetap saja dia menjadi orang susah. Sampai akhirnya, datanglah seseorang yang menawarkan pekerjaan yang lebih menjanjikan, yaitu menjadi seorang gigolo, suatu pekerjaan yang konon kabarnya lebih enak daripada usaha Multi Level Marketing. Akhirnya bersama kedua temannya, Marley (Aming) dan Piktor (Lukman Sardi), Jojo akhirnya menapaki karier sebaga cowok panggilan mulai dari kelas teri sampai menjadi gigolo papan atas, bahkan sampai memiliki klien tetap ekskluif, Tante Mona (Ira Maya Sopha). Tapi di tengah jalan sialnya Jojo menemukan cinta sejati, seorang gadis manis yang bernama Lila. Mengapa sial? Karena akhirnya Jojo menyadari latar belakang keluarga Lila yang sangat suram dan akhirnya turut membawa Jojo ke masalah yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya. Oooh… Deep deep trouble.

Seorang teman mengeluh tentang Quickie Express. Film yang disebutnya sebagai film retro ini, dikatakan tidak konsisten dalam menyajikan susana tahun 80an. Tapi menurut saya film ini memang tidak dibuat oleh filmakernya sebagai film retro, hal ini dengan jelas terlihat saat Jojo mengganti walkmannya dengan MP3 player sejenis iPod. Toh filter warna kuning tidak bisa menjadi patokan kalau filmnya adalah film retro, lihat saja film Berbagi Suami di segmen Shanty, warna kuning menjadi lebih dominan di situ, padahal settingnya jelas tahun 2006. Jadi bukan kemunculan HP samsung yang menjadi masalah, tapi deringnya ketika di kapal pesiar lah yang menjadi masalah, ketidakprofesionalan Jojo yang diceritakan telah menjadi gigolo papan atas memang menjadi kejanggalan dalam film ini.

Syarat keberhasilan film komedi adalah membuat penontonnya tertawa. Dalam hal ini Quickie Express telah menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Saya tidak hanya tertawa, tapi tertawa terbahak2 sampai sakit perut. Komedinya segar dan sangat lucu, walaupun di tengah agak melambat karena disusupi kisah drama dan cinta, tetapi hal itu tidak sampai membuat penonton (atau minimal saya) tidak merasa bosan. Dari segi akting, Tora telah bermain dengan baik. Ira Maya Sopha lagi2 menunjukkan kelasnya, walaupun kemampuan aktingnya tidak sepenuhnya tereksplorasi seperti dalam Berbagi Suami. Memang ada kekurangan seperti yang telah saya sebut di atas, contoh lainnya adalah pengembangan karakter yang tidak optimal. Tokoh Marley dan Piktor seperti mati di tengah jalan, keduanya tak ubahnya sebagai pelengkap yang tidak penting di film ini. Selain itu, Tora terlihat terlalu tua untuk pemuda umur 27 tahun.Tetapi secara keseluruhan, film ini sangat lucu, menghibur, ringan dan segar.

Quickie Express bukan film komedi lokal terbaik yang pernah saya saksikan. Saya sadar, bukan Nia Dinata yang menjadi sutradaranya, melainkan Dimas Djay. Tetapi saya masih menunggu Nia Dinata untuk kembali ke kursi panasnya. Saya haus akan karya2nya. Ayo Nia, lepaskan sedikit dahagaku…

No comments:

Post a Comment